Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Kamis, 17 November 2011

PROGRAM CSR PT SEMEN GRESIK

Editor: redaksi
Senin, 01 Agustus 2011
Teguh Budi Utomo
CSR : KPR Tuban bersama PT SG menggelar pelatihan dan pemberdayaan terhadap perempuan di sekitar pabrik SG di Tuban.SuaraBanyuurip.com - Teguh Budi Utomo

Corporate Social Responsibility (CSR) adalah program pemberdayaan yang berkelanjutan. Entah apa yang melatar belakanginya hingga program CSR yang dilakukan PT Semen Gresik  Tbk (PT SG) terhadap perempuan dari sejumlah desa Ring I pabrik PT SG di Tuban berhenti di tengah jalan.
Paling tidak hal itu ditemukan dari program pelatihan yang dilakukan PT SG yang bekerja sama dengan Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR)  Tuban yang disentralkan di Desa Margomulyo, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban.  Program yang harusnya berkesinambungan ini, harus terhenti karena tak ditindaklanjuti.
Dalam program pemberdayaan itu sendiri, KPR membuat program ketrampilan untuk penyiapan ekonomi produktif, manajemen dan  pemberdayaan perempuan dan HAM. Program ini hanya berlangsung 4 bulan sejak Mei lalu, dari usulan KPR selama setahun.
“Sebenarnya kita menyiapkan ibu-ibu ini secara matang. Mulai penyiapan ketrampilan mandiri hingga manajemen bisnisnya, sehingga mereka tidak sekadar mendapat pelatihan lalu berhenti tanpa kegiatan lanjutan,” ungkap Direktur KPR Tuban, Nunuk Fauziah, saat ditemui disela-sela memberi pelatihan di sekretariat kegiatan.
Memang dengan waktu yang relatif singkat, ungkap Ny Dede, peserya pelatihan pembuatan kerajinan batik herbal dari Desa  Tuwiri Wetan, Kecamatan Merakurak, Tuban, peserta telah mendapatkan skill. Namun untuk masalah manajemen dan pembuatan jaringan pasar masih belum tuntas.
“Makanya kalau bisa kami berharap kegiatan ini ada tindaklanjutnya, jangan berhenti lalu kita dibiarkan terlantar lagi,” timpal Wardiyatin, peserta ketrampilan pengolahan limbah dari Desa Temandang, Merakurak, di tempat sama.
CSR memang sebentuk kegiatan yang menjadi tanggung jawab perusahaan dengan target menyiapkan warga agar mandiri. Tidak lagi berorientasi pada tuntutan dipekerjakan di perusahaan, dengan modal pendidikan dan keahlian pas-pasan. Apalagi tidak semua warga bisa direkrut di pabrik semen PT SG, karena BUMN ini memiliki standar karyawan struktural sesuai mazhab profesional.
Namun demikian, adalah keliru jika perusahaan tidak mengawal warga hingga memiliki ketrampilan. Bahkan, patut pula perusahaan memberikan bantuan permodalan ketika mereka telah siap meniti profesi dalam bidang sesuai kehendak dan bakat, sekaligus sesuai dengan potensi alam yang dimilikinya. Disitulah pentingnya peran organisasi di luar corporate yang ahli dibidangnya, seperti KPR Tuban.
Kaum perempuan desa ring I pabrik PT SG di Desa Suberarum, Kecamatan Kerek,  Tuban, sejak pabrik berdiri belum pernah mendapatkan program CSR yang berkesinambungan secara utuh. Jika KPR telah memulai program pemberdayaan yang berkesinambungan, tentunya  sangat eman  jika tidak diteruskan sampai tuntas. Apalagi pada tahap awal ini hanya diikuti 20 perempuan dari desa-desa ring I. Sehingga daya cakupnya pun sangat jauh dari harapan.
Harus dipahami CSR merupakan program berkesinambungan yang butuh waktu. Program ini harusnya disusun secara profesional sehingga tepat pada sasaran.   
“Kami tidak meminta muluk-muluk , berilah kesempatan pada kami untuk bisa lebih mandiri,” ungkap Nurul Rafiah, peserta dari Desa Temandang lainnya.Ia menilai, program yang hanya berjalan 4 bulan ini sangat jauh dari sempurna. Padahal--sesuai kabar yang diterima para peserta--dana milik SG untuk pemberian bantuan sosial kepada warga sekitar dalam bentuk pemberian latihan ketrampilan sangat berlebih.
Apalagi warga sekitar pula yang selama ini terdampak dari kegiatan beroperasinya PT SG. Mulai dari getaran akibat penggunaan sistem blasting dalam eksploitasi tambang batu kapur di kawasan Desa Karanglo, Kecamatan Kerek maupun tebaran debu dari pabrik yang acapkali ke luar dari komplek produksi.
Ibaratnya jika PT SG tetap pada program CSR yang sifatnya insidental, tak jauh beda dengan program sosial bencana alam alias bagi-bagi sembako menjelang lebaran, kiranya sasaran dan  target dari sentuhan ruh CSR tidak bakal mereka peroleh. Lebih dari itu sama halnya perusahaan bertaraf internasional ini, meninggalkan kaidah program sosial terhadap warga sekeliling pabriknya.
“Program pemberdayaan yang kami berikan terstruktur dan berkelanjutan, apalagi selama ini kami adalah bagian dari masyarakat sekitar,” sergah H Eko Honeng dari PKBL PT SG Tbk di satu kesempatan. “Semua program yang telah selesai, akan kita evaluasi untuk kemudian dicarikan solusi kelanjutannya,” tambah pejabat PT SG yang dikenal dekat dengan masyarakat desa ini secara terpisah.
Namun yang pasti, ungkap Nunuk Fauziah dari KPR Tuban, program pelatihan kerajinan batik herbal merupakan kegiatan ketrampilan terbaru di Tuban. Selama ini, sentra-sentra batik Gedok  (batik khas Tuban), telah menggunakan bahan kimiawi untuk pewarna.  Sedangkan untuk batik herbal, semua bahan bakunya dari tanaman yang berada di sekitar pabrik PT SG di Tuban.
Temuan ini telah diterapkan terhadap peserta pelatihan yang dibimbing KPR. Bahkan, NGO ini telah mencoba membuka jaringan market ke kota-kota besar. Sebab, disamping batik herbal memiliki khas, hasil ketrampilan semacam, kerajinan olahan limbah pabrik dan asesoris lainnya memiliki nilai seni yang tak patut lagi diragukan keindahannya. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar