Sindiran kata-kata ‘orang miskin dilarang sekolah dan orang miskin
dilarang sakit’ ternyata ada kalanya betul. Di tengah kesulitan ekonomi
seperti sekarang ini, membuat anak jalanan makin bertambah banyak. Hal
tersebut terlihat jelas di tempat-tempat keramaian Kota Tuban, tepatnya
di alun-alun dan terminal wisata Tuban Jalan AKBP Suroko.
Hal tersebut sangat tidak wajar, ketika Kantor Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Tuban berdiri megah dengan 3 lantai yang full AC, namun
kontradiksi dengan pemandangan di depan dan sebelah barat. Di mana
terdapat banyak kaum Rombongan Muka Susah (Romusa) yang berkeliaran
membutuhkan uluran tangan kaum-kaum elit.
Melihat ketimpangan sosial yang sangat tidak wajar tersebut, membuat
mantan aktivis Perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII),
Nunuk Fauziyah terketuk hatinya untuk membuat Taman Belajar atau yang
sering disebut ‘sekolah anak jalanan’ yang dilakukan dalam seminggu
sekali bertempat di Alun-alun Tuban.
“Kegiatan seperti ini, sudah kami lakukan sejak tahun 2011 lalu bersama
teman-teman yang tergabung dalam Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR)
Tuban,” ujar Nunuk Fauziyah di sela-sela kegiatan sosialnya itu, Minggu
(17/6/12) sore.
Memang tidak semua pelajaran yang ada di sekolah diajarkan oleh Nunuk
dan kawan-kawannya, namun Nunuk dan kawan-kawannya lebih memfokuskan
kepada apa yang menjadi kebutuhan anak di zaman yang serba modern ini.
Seperti belajar bagaimana mengoperasikan komputer, Bahasa Inggris, dan
yang lebih fokus diajarkan Nunuk dan kawan-kawannya adalah belajar
membaca, agar nantinya, meskipun mereka hidup di jalanan namun tidak
buta huruf. Sehingga di manapun mereka berada bisa membaca, meskipun itu
hanya sesobek koran yang tidak terpakai.
Perempuan kelahiran Lamongan 10 Juni tersebut, membuat kegiatan belajar
itu tidak hanya untuk anak jalanan dan pengamen yang memang itu tidak
pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah, tapi sampai anak putus
sekolah pun ikut bergabung dalam kegiatan belajar itu.
Pasalnya, kebanyakan anak yang putus sekolah ini adalah anak yang di
sekolahnya terdapat kesenjangan sekolah antara anak orang miskin dan
anak orang kaya. “Saya tidak punya teman kalau di sekolah dan terkadang
sering dihina oleh teman-teman saya yang anaknya orang kaya. Kalau di
sini saya lebih nyaman,” ujar salah satu murid Sekolah Anak Jalanan.
Nunuk Fauziyah juga menambahkan, bahwa salah satu penyebab anak putus
sekolah itu dikarenakan di sekolahnya mereka selalu terkucilkan oleh
teman-teman. Sehingga mereka tidak betah dan lebih memilih menjadi
pengemis di jalanan.
“Sebenarnya anak-anak ini sangat berpotensi semua, dan sangat mempunyai
kemauan keras. Namun mereka kurang perhatian dari Pemerintah dan arahan
oleh orang tua juga,” tambah Nunuk Fauziyah yang juga Ketua KPR itu.
Saat dikonfirmasi lebih detail mengenahi dana kegiatan tersebut, Nunuk
mengatakan bahwa semua dana yang mereka keluarkan itu murni dana dari
iuran temen-teman KPR. “Dana ini murni dari iuran sahabat-sahabat yang
peduli dengan keadaan nasib anak jalanan,” jelasnya.
Nunuk berharap, Pemerintah lebih peka terhadap rakyat-rakyat yang masih
membutuhkan uluran tangan untuk mengenyam pendidikan yang layak,
daripada selalu memperbaiki gedung Pemkab yang sebenarnya masih layak.
Masih banyak orang-orang yang membutuhkan uluran tangan di sekeliling
megahnya Gedung Putih itu (sebutan gedung Pemkab Tuban).